GOOD
CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
a.
Latar Belakang Munculnya GCG
Good
Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran
akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002)
mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu
yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat
dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam
pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yangberpengaruh
tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis danbahkan cenderung
criminal yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena
kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat
pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku
bisnis tersebut. Disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan
pemerintahan yang buruk. Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah
krisis ekonomi disuatu negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh
perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi
dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal
tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar
dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global dibeberapa belahan
negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah
amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002. undang-undang dimaksud
berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan
dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi
acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG diberbagai negara. Konsep GCG
belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas
dan mempertegas mekanisme hubunganantar para pemangku kepentingan di dalam
suatu organisasi yang mencakup:
a) hak-hak
para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
b) peran
para karyawan dan pihak-pihak yangberkepentingan ( stakeholders) lainnya
c) pengungkapan
(disclosure) yang akurat dan tepat waktu
d) transparansi
terkait dengan struktur danoperasi perusahaan
e) tanggung
jawab dewan komisaris dan direksi terhadp perusahaan itu sendiri, kepada para
pemegang saham dan pihaklain yang berkrpentingan
Latar
belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat
dilihat dari latar belakang praktis dan latar belakang akademis.
- Dari latar belakang
praktis, dapat dilihat dari pengalaman
Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi corporate
governance sebagai akibat market crash pada tahun
1929. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah
satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun
1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp., Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG.
- Dari latar belakang
akademis, kebutuhan good
corporate governance timbul berkaitan dengan principal-agency
theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya.
Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian permasalahan GCG oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory, Management Theory dan lainnya.
b.
Pengertian GCG
§ Cadbury
Committee of United Kingdom
Cadbury, Good
Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholder khususnya, danstakeholder pada umumnya. Hal ini
berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang
saham, dan sebagainya.
§ Forum
for Corporate Governance in Indonesia FCGI (2006)
Pengertian
Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia –
FCGI (2006) tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari
Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau diterjemahkan adalah:
“seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”
§ menurut
Sukrisno Agoes (2006)
mendefinisikan
tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan
peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemagku kepentingan
lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses
yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya dan penilaian
kinerjanya.
§ Organization
for Economic Cooperation and Development (OCED) ( dalam
Tjager dkk, 2004).
mendefinisikan
GCG sebagai suatu struktur yang terdiiri
atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin
dicapai perusahaan dan alat – alat yang ingin yang akan digunakan dalam
mencapai tujuan dan memantau kinerja.
§ Menurut
Wahyudi Prakarsa (2007:120)
GCG
adalah mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem intensif sebagai kerangka
kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.
Konsep GCG
1. Wadah
|
Organisasi
(perusahaan, social, pemerintah)
|
2. Model
|
Suatu system, proses
dan seperangkart peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang
melandasi praktik bisnis yang sehat
|
3. Tujuan
|
Meningkatkan
kinerja organisasi
Menciptakan
nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
Mencegah
dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam mengelola
organisasi
Meningkatkan
upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan
|
4. Mekanisme
|
Mengatur dan
mempertegas kembali hubungan peran, wewenang dan tanggung jawab
Dalam
arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
Dalam
arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan
|
c.
Tujuan GCG
Berdasarkan
berbagai definisi GCG yang
disampai di atas dapat diketahui ada
lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu
lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu
-
Untuk dapat mengelola sumber daya dan
resiko secara lebih efektif dan efisien.
-
Untuk dapat meningkatkan disiplin dan
tanggung jawab dari organ perusahaan
demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan.
-
Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan
(khusunya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
-
Meningkatkan investasi nasional; dan
-
Mensukseskan program privat-isasi
perusahaan-perusahaan pemerintah.
d.
Prinsip
GCG
Pelaksanaan good corporate
governance dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku secara
internasional. Prinsip-prinsip dasar ini diharapkan menjadi rujukan bagi para
regulator (pemerintah) dalam membangun framework bagi penerapan good
corporate governance. Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate
governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in
Indonesia (2001: 31) adalah sebagai berikut :
·
Fairness (Perlakuan yang Setara/ kesetaraan dan kewajaran)
Merupakan prinsip agar
para pengelola memperlakuan yang sama terhadap
para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang
pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider
trading).
Prinsip
ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat
menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan
yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
·
Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang
saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut
berperan serta dalam pengambilan keputusan
mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan.
·
Accountability (Akuntablitas)
Adalah Prinsip di mana
para pengelola berkewajiban untuk membina system akuntansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan (financial
statement ) yang dapat dipercaya. Untuk itu diperlukan penjelasan fungsi,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan
efektif.
·
Responsibility
(Prinsip Tanggung jawab)
Peranan pemegang saham
harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara
perusahaan serta pemegang kepemtingan dalam menciptakan kesejahteraan.
·
Indepandency (kemandirian)
Sebagai
tambahan prinsip dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu keadaan dimana para
pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri, bebas
dari konflok kepentingan dan bebas dari tekanan / pengaruh dari manapun yang
bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip
pengelolaan yang sehat.
e.
Manfaat
GCG
Penerapan konsep GCG merupakan
salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi
terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak
ada lima alas an mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
Ø Berdasarka
survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para
investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan
di Asia yang telah menerapkan GCG.
Ø Berdasarkan
berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis
financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola
perusahaan.
Ø Internasionalisasi
pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut
perusahaan untuk menerapkan GCG.
Ø Kalau
GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar
bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis
yang kini telah banyak berubah.
Ø Secara
teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Ø Menurut
Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good
Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat
memberikan manfaat antara lain:
Ø Mengurangi
agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat
pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Ø Mengurangi
biaya modal (Cost of Capital).
Ø Meningkatkan
nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
Ø Menciptakan
dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan
perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
f.
GCG
dan Hukum Perseroan di Indonesia
Definisi Perseroan Terbatas menurut
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UUPT”), berbunyi: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut (“Perseroan”),
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya”
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 dijelaskan alasan penggantian kegiatan perusahaan (perseroan) di
Indonesia yang didasarkan atas payung hukum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 adalah adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi , ekonomi,
harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum,
kesadaran sosial dan lingkungan, sertatuntutan pengelolaan usaha yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Beberapa ketentuan
lama yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
masih dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, antara
lain:
1. Dimungkinkan
mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada seperti:
telekonferensi, video konferensi dan yang lainnya
2. Kejelasan
mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan
pengesahan Anggaran Dasar Perseroan
3. Memperjelas
dan mempeertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, termasuk
mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan
4. Kewajiban
perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
g.
Organisasi
Khusus dalam Penerapan GCG
Paling tidak diperlukan empat organ
tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1.
Komisaris
Independen
2.
Direktur
Independen
3.
Komite
Audit
4.
Sekretaris
Perusahaan
Komisaris
Direktur
Independen
Indra
Surya dan ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independen
terkait konsep Komisaris Direktur
Independen tersebut
Pertama,
Komisaris dan Direktur
Independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham
independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS,
sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah
suara para pemegang saham
Kedua,
Komisaris dan Direktur
Independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak
manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan,
pengalaman dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.
Keberadaan
Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui
peraturan
BEI sejak tanggal 20 Juli 2001 mengenai beberapa kriteria tentang
Komisaris
Independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris
Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham Pengendali
Perusahaan tercatat yang bersangkutan sekurang-kurangnya enam bulan sebelum
menunjukkan sebagai direktur tidak terafiliasi.
2. Tidak
memiliki hubungan afiliasi Komisaris dan
Direktur lainnya dari perusahaan Tercatat yang bersangkutan.
3. Tidak
bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
4. Tidak
menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi perpanjang pada pasar modal yang
jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama enam bulan sebelum penunjukan
sebagai direktur
Komite
Audit
Menurut
Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagaiberikut:
1. Anggota
Komite Audit harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan
latar belakang usaha yang luas.
2. Anggota
Komite Audit harus independen, objektif dan profesional.
3. Anggota
Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik mengenai
organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan kontrol.
4. Paling
sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
analisa dan penyusunan laporan keuangan.
5. Ketua
Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil berkomunikasi
dengan baik. Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-41/PM/2003 menambahkan bahwa anggota Komite Audit tidak merangkap jabatan
yang sama pada perusahaan lain pada periode yang sama.
Keberadaan
Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi
perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002
(bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh
Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen
serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris
untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim
disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas
fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, serta (iv) Mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.
Kewenangan
Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK, sehingga tidak
memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada DK),
kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan
dalam Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga
bagian besar, yaitu financial reporting, corporate governance, dan risk
and control management.
Pada
akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan yang
terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu
oleh Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan
implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik
sehingga kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari.
(Alison)
Sekretaris
Perusahaan (Corporate Secretary)
Jabatan
sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) tau semacam public relations/ investor relations antara
perusahaan dengan pihak diluar perusahaan.tugas
utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen perusahaan, Daftar
Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan
informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
h.
GCG
dalam BUMN
Pada
awalnya tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi
pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis
bentuk hukum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan
jawatan (Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya
kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola
perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang
berlebihan kepada direksi. Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah:
a)
Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung
jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional.
b)
Mendorong pengelolaan BUMN secara
professional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemendirian organ.
c)
Mendorong agar organ dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran
akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap para pemangku kepentingan maupun
kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
d)
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional.
e)
Menyukseskan program privatisasi.
i.
GCG
dan Pengawasan Pasar Modal
Secara
formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument
keuangan jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun
modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal,
antara lain:
1. Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
2. Bursa
Efek;
3. Lembaga
Kliring;
4. Investor;
5. Akuntan
public;
6. Notaris;
7. Konsultan
hukum.
j.
GCG
Perbankan Indonesia
Menyadari
tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali
manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan
peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG
oleh Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur
pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung
jawab, independensi dan kesetaraan
b. Tujuan
implementasi GCG, minimal untuk merealisasikan:
ü Kejelasan
tugas dan tanggung jawab Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
ü Kelengkapan
dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit bank
ü Kinerja
ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal
ü Implementasi
manajemen resiko termasuk system pengendalian internal
ü Ketentuan
dalam pihak-pihak terkait dan dana dalam jumlah besar
ü Rencana
strategi bank
ü Transparansi
kondisi keuangan dan non-keuangan
c. Jumlah
komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris
d. Jumlah,
komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi
e. Komite
f. Ketaatan,
Fungsi Auditor Eksternal dan Internal
g. Implementasi
Management Resiko
h. Ketentuan
Dana
i.
Rencana Strategis Bank
j.
Aspek Transparansi Kondisi Bank
k. Konflik
Kepentingan dan Pelaporan Internal
l.
Laporan dan Asesmen Implementasi GCG
m. Implementasi
GCG di Cabang Luar Negeri
n. Sanksi-sanksi
o. Ketentuan
Peralihan
p. Ketentuan
Penutup
http://blogtiara.wordpress.com/2010/11/26/good-corporate-governance/ 11 Nov 2013 11.38 WIB